Makassar, Sebagai upaya peningkatan pengelolaan kehati dalam rangka melestarikan kehati dan memanfaatkannya secara berkelanjutan, Pemerintah telah Menyusun berbagai kebijakan, strategi dan rencana aksi dan menetapkan target nasional yang dituangkan kedalam dokumen Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP).
Untuk memonitoring progress capaian implementasi KM-GBF dan IBSAP salah satu ‘tools’ yang digunakan adalah Clearing House Mechanism (CHM) yang diterjemahkan dengan nama Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia (BKKHI).
Hal tersebut diungkapkan Merry Hadriyani Chairuddin, M.Si Kepala Bidang Evaluasi Pengendalian Pembangunan Ekoregion P3E SUMA KLHK saat mewakili Kapus P3E SUMA pada kegiatan ‘Focus Group Discussion’ (FGD) Pengelolaan Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia (BKKHI) Regional Sulawesi -Maluku.
Kegiatan yang bertajuk Biodiversity is Coming Home ini digelar pada Kamis (26/10/2023) di Four Point Hotel, Makassar.
Dalam sambutannya, Merry menjelaskan bahwa Kegiatan ini bertujuan untuk membangun pemahaman dalam pengelolaan Mekanisme Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia melalui koordinasi antar simpul dan kelompok kerja (Pokja) BKKHI khususnya di daerah.
Diterangkannya bahwa,
Keanekaragaman hayati ini adalah salah satu kewenangan wajib di bidang lingkungan hidup bagi Pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten Kota yang tertuang dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah pada lampiran huruf K; Pembagian urusan pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup.
“Sebagai upaya peningkatan pengelolaan Keanekaragaman Hayati (Kehati) dalam rangka melestarikannya dan memanfaatkannya secara berkelanjutan, Pemerintah telah Menyusun berbagai kebijakan, strategi dan rencana aksi dan menetapkan target Nasional yang dituangkan kedalam dokumen Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP),” ungkap Kabid Evaluasi Pengendalian Pembangunan Ekoregion P3E SUMA KLHK ini.
“Membangun skema pengumpulan dan pengelolaan data/informasi keanekaragaman hayati di daerah,” tuturnya.
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati serta tingkat endemik yang sangat tinggi sehingga menjadi salah satu Negara megabiodiversity country
“Kekayaan keanekaragaman hayati tersebut adalah asset bagi pembangunan dan kemakmuran bangsa karena sebagian besar pembangunan nasional mengandalkan keanekaragaman hayati,” jelas Merry.
“Predikat sebagai Negara megabiodiversity baik dari segi keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman spesies dan keanekaragaman genetik menuntut tanggung jawab yang besar untuk pelestarian dan pemanfaatan bagi masyarakat,” ucapnya.
Dijelaskannya kembali, Agar dapat terbangun skema pengumpulan dan pengelolaan data/informasi keanekaragaman hayati di daerah, Kami sarankan agar di masing-masing daerah perlu memperkuat jejaring antar sektor atau unit yang menangani keanekaragaman hayati di daerahnya masing-masing dengan membentuk kelompok kerja atau pokja keanekaragaman hayati daerah.
“Jejaring simpul tidak hanya dari lembaga pemerintah tetapi juga dari Perguruan Tinggi dan organisasi non pemerintah yang terus diperkuat agar peran dan partisipasi aktif simpul-simpul ini dapat berjalan sesuai tujuan atau target yang ingin dicapai dalam pengelolaan kenaekaragaman hayati, ini adalah tantangan terbesar pengelolaan BKKHI,” jelasnya.
“Mari kita bersama memanfaatkan FGD ini sebaik baiknya, Agar apa yang kita harapkan dalam mewujudkan pencapaian target nasional dan target global dalam pengelolaan keanekaragaman hayati dapat terwujud,” pungkasnya.
Ditempat yang sama, Badi’ah, S.Si., M.Si.,
Kepala Subdit Pengawetan Spesies dan Genetik mewakili Plt. Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik menjelaskan bahwa Balai Kliring keanekaragaman Hayati Indonesia (BKKHI) dapat dijadikan sebagai sistem monitoring kehati nasional dan global BKKHI.
“Selain sebagai sarana sharing informasi data kehati dan jaringan simpul, diharapkan isi dan materi didalamnya juga sejalan dengan mandat yang ada didalam IBSAP,” tambahnya.
“Profil Kehati Daerah dan rencana Induk Pengelolaaan Kehati menjadikan sarana ‘monitoring dan reporting’ kekayaan kehati pada BKHHI Data Kehati,” ucap Badi’ah.
“Serta menjadi bahan untuk penyusunan Profil Kehati, Penyusunan Rencana induk pengelolaan kehati (RIP), Daya dukung Daya Tampung Lingkungan Hidup (DDDTLH), RPPLH, KLHS, RPJPD/RPJMD,” ujarnya.
Senada hal tersebut, Theresia Juliana dari BAPENNAS menuturkan bahwa Pentingnya kebijakan dan aksi secara global, regional dan nasional untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan sehingga dapat menghilangkan ancaman keanekaragaman hayati untuk mencapai target dan sasaran.
“BAPPENAS telah menyelesaikan dokumen RPJPN 2025 – 2024 yang berimplikasi pada RPJPMD untuk dapat mengukur keberhasilan pembangunan indonesia terdapat 3 (tiga) indikator utama, salah satunya komponen keanekaragaman hayati,” jelasnya.
Lebih lanjut dalam tanggapannya,
Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.S.c., Guru besar Universitas Hasanudin menuturkan pesan agar Mencari sebanyak mungkin data untuk ‘repository’ dan bisa dibagipakaikan.
“Data dan informasi penting namun kadang kurang diketahui dan dipahami oleh banyak pihak. perlu sosialisasi kepada publik betapa pentingnya Kehati,” ujarnya.
“Kawasan Wallacea penting untuk Kehati, jadi perlu lebih banyak dieksplore dan diperkenalkan kepada pihak internasional. Kehati non mega-fauna juga penting untuk selalu diperhatikan, terutama serangga yang perannya penting untuk lingkungan dan ketahanan pangan,” pesannya.
“Penguatan kapasitas SDM di instansi terkait, baik petugas lapangan maupun analis data untuk lebih menguasai ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati flora dan fauna,” pungkas Prof Putu Oka.
Kegiatan ini juga dihadiri dari Bappenas, Sesditjen KSDAE, Balai Besar KSDA SulSel, DLHK Prov SulSel, DLH Prov SulBar, DLH Prov. Maluku Utara, Balai TN Bantimurung Bulusaraung, DLH Kab/Kota se-SulSel serta Fakultas Kehutanan Unhas.