Ambon, Kondisi Kota Ambon yang kian menghadapi masalah sampah, Perlahan kini mulai menuju titik terang. Hal tersebut dijawab lewat edukasi langsung kepada para guru di sekolah melalui kegiatan Pengelolaan Sampah menjadi Eco Enzym, Eco Brick, dan Kompos yang dilaksanakan pada Rabu (15/10) bertempat di Kantor Pusdal LH SUMA Bidang Wilayah III Jl. Y. Syaranamual (Ruko Berlian Harapan B-4) Desa Hunuth/Durian Patah, Kec. Teluk Ambon-Kota Ambon Prov Maluku.

Kegiatan ini menitikberatkan pada peningkatan sinergi dan koordinasi sekaligus praktek terkait pengelolaan sampah, serta kebersihan sekolah di wilayah Kota Ambon antara Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Sulawesi Maluku Bidang Wilayah III bekerja sama dengan Bank Sampah Induk Bumi Lestari Maluku. Pertemuan ini melatih para perwakilan guru dari Sekolah Adiwiyata di Kota Ambon yang terdiri dari SD hingga SMA melalui teknik mengubah sampah organik menjadi Kompos dan Ecoenzyme serta teknik mengubah sampah plastik menjadi Ecobrick.
Kepala Bidang Wilayah III PUSDAL LH SUMA, Suwardi, S.T.P., M.Si., menegaskan bahwa permasalahan sampah di Kota Ambon perlu diatasi secara intensif dan berkelanjutan.

Lebih lanjut, Kota Ambon saat ini menghadapi situasi darurat sampah yang kritis, di mana praktik open dumping yang masih dominan telah menyebabkan pencemaran meluas hingga ke laut. Data menunjukkan bahwa kondisi ini meningkatkan risiko biota laut, seperti 15% penyu yang ditemukan telah mengonsumsi mikroplastik, berpotensi membahayakan kesehatan manusia.
Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup melalui SIPSN bahwa sisa makanan menjadi komponen sampah terbesar di Ambon dengan persentase mencapai 39%, diikuti oleh plastik sebesar 16%. Sampah plastik dan kertas diketahui memiliki nilai jual dan berpotensi untuk dikurangi melalui pemilahan di sumber atau bagian hulu, kemudian bagian tengah hingga bagian hilir.
Solusi dan Strategi Hadapi Masalah Sampah Menuju Sirkular Ekonomi
Kabidwil III Pusdal LH SUMA-KLH Suwardi memaparkan berbagai strategi yang telah dirancang untuk mengatasi masalah sampah ini. Berfokus pada pengelolaan dari hulu, tengah hingga hilir,antara lain; Melakukan pengurangan dari sumber: Upaya pengurangan harus dimulai dari rumah dan sekolah melalui edukasi dan pemilahan. Sampah organik (39%) didorong untuk diolah menjadi kompos, maggot, atau eco-enzyme dan pemanfaatan sampah organik sebagai pupuk. Penggunaan alternatif seperti gelas dan tumbler juga sangat dianjurkan sebagai langkah penggunaan bahan sekali pakai sekaligus upaya dalam mengurangi sampah plastik atau kemasan.

Lebih rinci Ia menjelaskan juga pada sektor sistem pengelolaan. Menurutnya, Pengelolaan sampah telah merancang sistem yang melibatkan Bank Sampah dan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R). Efisiensi pengangkutan direncanakan melalui penyesuaian warna truk dan jadwal berdasarkan jenis sampah. Penerapan tarif retribusi juga dipertimbangkan untuk mendukung sistem pendanaan yang lebih terstruktur dan transparan.
“Jangan lupa peran para guru memiliki titik krusial dalam menyampaikan edukasi pengelolaan sampah kepada peserta didik sejak dini secara langsung. Hal tersebut sebagai upaya dalam membentuk kesadaran dan perilaku ramah lingkungan di masa depan. Sehingga menjadikan sekolah sebagai titik awal yang ideal untuk perubahan,” kuncinya.
Sesi Pelatihan Ecoenzyme
Direktur Bank Sampah Induk Bumi Lestari Maluku sekaligus Leader Ecoenzym Nusantara, Listiyah, S.Pd. menjelaskan bahwa sisa kulit buah dan sayur (sampah organik) dapat diubah menjadi cairan serbaguna dengan formula sederhana. “Ecoenzyme ini adalah pengganti bahan kimia pembersih, bahkan pengusir hama. Kita bisa menyelamatkan bumi sekaligus menghemat pengeluaran rumah tangga,” ujarnya.

Sesi Pelatihan Ecobrick
Rezky Hadi Putra Salim JF PEH Pusdal LH SUMA-KLH turut mengedukasi tentang bahaya plastik. Menurutnya apabila baham tersebut dibakar, maka akan menghasilkan molekul Dioksin beracun, yang dapat memicu kanker dan kelainan tubuh. “Maka solusinya adalah, plastik kering dipadatkan ke dalam botol dengan standar berat yang ketat, menjadi “batu bata” yang bisa diubah menjadi bahan pengganti mebel kayu di sekolah,” jelasnya.

Harapan dari Peserta Pelatihan
Antusiasme para guru sangat besar. Mereka tidak ingin ilmu tersebut berhenti sekadar di ruang pertemuan, melainkan berharap menjadi gerakan yang terstruktur.
“Kami butuh tindak lanjut. Kami berharap ada pembentukan grup khusus untuk pembinaan jangka panjang. Lebih penting lagi, kami ingin ini menjadi gerakan wajib di sekolah-sekolah, kalau perlu agar dilombakan. Sehingga para anak didik kami punya progress dan sadar betul akan tanggung jawab dan peduli pada Lingkungan Hidup ini,” ujar salah satu peserta.

Acara berlangsung dinamis diselingi diskusi yang menarik. Adapun peserta yang hadir di kegiatan ini, yakni; SD Inpres 42 Ambon, SD Inpres Latta Ambon, SD Inpres 52 Lawena Ambon, SMPN 10 Ambon, SMPN 13 Ambon serta SMAN 4 Ambon.


