P3E SUMA-KLHK Gelar Rakernis Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan serta Pengelolaan Sampah serta Limbah B3

Persoalan sampah, limbah B3 serta pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan menjadi agenda utama Rakernis yang digelar oleh Bidang Fasilitasi Pengendalian Pembangunan Ekoregion P3E SUMA-KLHK.

 

Untuk itulah P3E SUMA-KLHK menggelar pertemuan Rakernis yang dilaksanakan hari ini di Hotel Dalton Makassar 23-24 Mei 2022.

 

Dalam sambutannya,

Ketua Panitia sekaligus Kabid Fasilitasi P3E SUMA-KLHK ini mengungkapkan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan masukan terkait solusi tindak lanjut.

 

“Serta dalam upaya pencapaian target IKLH pengelolaan sampah dan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan,”beber Kepala Bidang Fasilitasi Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sulawesi dan Maluku Suwardi, STP., .M.Si.

Dengan dihadiri sekitar 115 peserta dari Kepala Dinas BLHD Provinsi dan Kab./Kota atau yang mewakili di Wilayah Sulawesi dan Maluku.

 

Pertemuan kali ini juga menghadirkan pembicara dari Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan serta Direktorat Pengelolaan Sampah dan Limbah B3.

 

Dalam sambutannya, Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sulawesi dan Maluku, Dr. Darhamayah menambahkan bahwa Kegiatan ini juga bertujuan untuk mendapatkan masukan terkait solusi tindak lanjut dalam upaya pencapaian target IKLH, pengelolaan sampah dan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 kemudian status akreditasi laboratorium daerah tahun 2022 di ekoregion Sulawesi dan Maluku.

Kemudian ia juga mengatakan dalam paparannya bahwa Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menurut Peraturan Menteri LHK Republik Indonesia.

 

Antara lain terwujudnya lingkungan hidup dan hutan yang berkualitas serta tanggap terhadap perubahan iklim, tercapainya optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Hutan Lingkungan sesuai dengan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan

 

Kapus P3E SUMA-KLHK kembali menambahkan yakni, Terjaganya keberadaan, fungsi dan distribusi manfaat hutan yang berkeadilan dan berkelanjutan serta Terselenggaranya Tata Kelola dan inovasi, Pembangunan Lingkungan, Hidup dan Kehutanan yang Baik serta Kompetensi SDM LHK yang Berdaya Saing

Pada Agenda Hari Pertama ini (23/05) juga menghadirkan beberapa pembicara.

 

Antara lainnya membahas tema Kebijakan Nasional Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan oleh Kasubdit Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut Dit. PPKPL, Dra. Novi farhani, dalam hal ini hadir mewakili Dirjen PPKL.

Menurutnya, Dengan pembahasan tentang IKLH (Indeks Kualitas Lingkungan Hidup) dari PP Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 angka 28 yang mendefenisikan pencemaran sebagai masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

 

Ia kembali menambahkan bahwa Meningkatnya aktivitas pembangunan, ekonomi dan pertumbuhan penduduk mengakibatkan tingginya tekanan terhadap lingkungan hidup, yang pada akhirnya merusak lingkungan itu sendiri. Pencemaran air, udara, dan tanah meningkat. Terjadi kecenderungan perubahan ekosistem yang ditunjukan dengan adanya degradasi kuantitas dan kualitas lingkungan hidup.

 

Fungsi ekosistem sungai misalnya, yang sangat penting terhadap ketersediaan sumber daya air, sebagian besar sudah mengalami kerusakan dan pencemaran.

 

Data dari Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2020) mengungkapkan 59 % sungai di Indonesia dalam kondisi tercemar berat, akibat limbah kegiatan industri, tambang, limbah rumah tangga, dan peternakan. Limbah-limbah ini kemudian terbawa hingga ke laut sehingga menyebabkan pencemaran laut. Segala macam sampah dan limbah dibuang ke badan air tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu sehingga air tercemari.

 

Pencemaran udara juga menyumbang terhadap turunnya kualitas lingkungan. Sumber pencemaran udara disebabkan oleh kegiatan transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak, pembakaran hutan dan lahan, serta penggunaan bahan bakar untuk proses industri. Sumber pencemaran udara lainnya berasal dari sektor domestik, seperti pembakaran sampah rumah tangga dan asap rokok.

 

Berbagai aktivitas ini telah menambahkan sedikitnya 35 miliar ton emisi karbon dioksida ke atmosfer. Indeks Kualitas Lahan (IKL) merupakan salah satu indikator dari Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) yang memberikan informasi kondisi tutupan lahan untuk mendukung penyediaan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

 

Perubahan nilai IKL dipengaruhi oleh perubahan luasan kawasan hutan yang disebabkan oleh kegiatan pembukaan lahan, kejadian kebakaran hutan/lahan, penebangan liar, kegiatan rehabilitasi hutan/lahan, rehabilitasi Kawasan pesisir, kegiatan pemulihan lahan bekas tambang dan pemulihan lahan terkontaminasi B3.

 

Pemulihan kerusakan lingkungan dilaksanakan pada lahan bekas tambang yang merupakan pertambangan rakyat sehingga tidak ada upaya pemulihan setelah penambangan selesai.

Berdasarkan UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah pada Lampiran K terdapat 11 sub bidang urusan lingkungan hidup yang menjadi kewenangan daerah antara lain pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, pengelolaan limbah B3 dan pengelolaan persampahan.

 

Melalui Permendagri 17 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2022, Pengawasan penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren bidang lingkungan hidup menjadi suatu hal yang penting dengan mengukur kinerja meningkatnya Indeks Kualitas Lingkungan Hidup melalui indikator IKLH dan meningkatnya pengelolaan sampah di wilayah kab/kota dengan indikator terlaksananya pengelolaan sampah di wilayah kab./kota yang meliputi jumlah pengurangan dan penanganan timbulan sampah.

 

Sementara itu Fungsional Penyuluh Lingkungan Hidup Madya KLHK Abdul Karim Mukaromah, M.Si. menjelaskan juga tentang Pemaparan struktur kriteria dan implementasi kegiatan pencapaian target 5 (lima) komponen dan rasio indeks kualitas udara kemudian dilanjutkan oleh Vir Katrin, M.Si.  Penyuluh lingkungan hidup ahli madya, Direktorat penanganan sampah KLHK yang membahas tentang ‘problem statement’ antara lain: Pengelolaan Sampah Tidak Menjadi Urusan Prioritas bagi Pemerintah Daerah (Berdasarkan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,Pengelolaan Sampah menjadi urusan wajib, ‘bukan pelayanan dasar’)

Rata-rata 41-42 persen sampah di Indonesia masih diangkut dan ditimbun di ‘Landfill’ (Kapasitas pengolahan sampah nasional masih sangat rendah dengan masih menitikberatkan pada pemrosesan akhir)

 

Anggaran pengelolaan sampah di Daerah tidak memadai (Dikarenakan tidak menjadi prioritas anggaran yang dialokasikan pemerintah daerah untuk urusan pengelolaan sampah sangat rendah,yaitu rata-rata 0,05- 0,07 dari total APBD)

 

Investasi Sanitary Landfill; tidak menarik bagi Daerah. (66.81% TPA di Indonesia dioperasikan secara pembuangan terbuka (open dumping).

 

Sumber data: SIPSN, 2020 (https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/)

 

Dikesempatan yang sama dibawakan oleh Melda Mardalina, M.Sc dari Direktorat Pemulihan Lahan Terkontaminasi dan Tanggap Darurat  Limbah B3 dan Non B3.

Ia mengungkapkan bahwa beberapa jenis pemulihan yakni, Pemulihan Institusi Pemulihan fungsi Lingkungan Hidup untuk lahan terkontaminasi Limbah B3 dan/atau Non B3 yang diketahui penanggung jawabnya.

 

“Kemudian Pemulihan non Institusi yakni Pemulihan fungsi Lingkungan Hidup untuk lahan terkontaminasi Limbah B3 dan/atau Non B3 yang lokasi pencemaran tidak diketahui sumber pencemarnya dan/atau tidak diketahui pihak yang melakukan pencemaran,” pungkasnya.

Sesi pertemuan Rakernis ini dijadwalkan akan berlanjut hingga selasa 24 Mei 2022 di Dalton Hotel Makassar dengan poin materi Panduan Pengisian Indeks Respon Lingkungan Hidup, Rumusan hasil rekomendasi serta penutupan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *